Konsep Konservasi Alam Tempo Doeloe
Pujangga Ronggowasito yang hidup 170 tahun yang lalu, pernah menuliskan sebuah syair tentang konflik yang tak kunjung usai antara manusia dan sekawanan gajah di suatu daerah Her Bangi, Sumatera.
Syair pujangga legendaris ini menuturkan: gajah yang telah kehilangan habitatnya semakin sulit mencari makan, karena sudah berubah menjadi perkampungan dan perkebunan. Sehingga mereka
memasuki perladangan dan memakan apa saja yang ada di ladang petani tersebut. Serbuan gajah semakin menjadi jadi, banyak penduduk yang mengungsi dan sulit mengusir mereka. Maka Maha Raja Her Bangi meminta bantuan untuk mendatangkan pasukan kerajaan dari Jawa untuk mengusir sekawanan satwa berbelalai tersebut.
Panglima perang dapat membunuh pimpinan gajah, namun tiba-tiba datang gajah putih yang sakti man draguna dan memporak porandakan pasukan bantuan tersebut. Akhirnya putra mahkota turun tangan dan membunuh gajah putih itu dengan senjata pamungkasnya.
Namun tiba-tiba datanglah dewa gajah, yaitu Bathara Ghana. Diadakan gencatan senjata dan perundingan untuk mencari jalan yang lebih baik antara Bathara Ghana dan Putra Mahkota Citra Soma, untuk menyelesaikan konflik yang berkepanjangan sehingga menelan korban di kedua belah pihak, baik manusia dan gajah.
Dalam kompromi itu disepakati, bahwa hutan yang ada di lereng bukit untuk gajah dan dataran rendah untuk ladang dan perkampungan manusia. Mereka bersumpah, manusia tidak boleh memasuki dan melanggar hutan tempat hidup gajah. Demikian sebaliknya Gajah tak diperkenankan memasuki perkampungan dan memakan tanaman yang ditanam oleh petani di pinggiran hutan. Mereka membuat batas, agar masing masing tak melanggar aturan yang ditetapkan bersama. Barang siapa yang melanggar, maka akan mendapatkan kutukan dewata.
Dilihat dari penetapan “batas” perkampungan dan perkebunan manusia dengan tempat hidup gajah, dan masing - masing tak boleh melanggar, adalah sebuah gambaran atau konsep pelestarian alam yang tidak boleh diekploitasi. Sebuah pemecahan masalah yang bijaksana dan etis antara Gajah dan Manusia yang sama-sama mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki hak untuk hidup. Itulah sebuah konsep konservasi yang pernah di temui di Nusantara, yaitu pada tahun 1863, jauh sebelum kawasan taman nasional di Amerika Serikat Yellow Stone yang dianggap sebagai tonggak sejarah dalam pembentukan
pelestarian alam pada tahun 1872 berdiri. Konsep tersebut berupa sebuah tembang yang dibuat oleh seorang pujangga kenamaan, Ronggowarsito. (Edy Hendras - TROPIKA INDONESIA)
tetap jaga kelestarian hutan
ReplyDelete