Beranjak dari ruang benderang, lalui waktu tanpa batas, meski bersekat...
Merobohkan tanpa menjatuhkan...
Memuliakan tanpa memuji...

21 September 2009

Aktifis dan Pembalak adalah Penjarah Hutan

Kayu balok tercecer di sebuah desa. Tersayat halus oleh goresan perajin bangunan. membentuk bidang kubus berejejer rapat. Di desa tersebut aku menempatkan sisa waktuku kala berusia senja.

Pemabalakan liar, penggundulan hutan, degradasi air, dan banjir di sebuah kota selaras panjang garis khatulistiwa. Kudengar hasil jarahan kayu telah berubah menjadi balok-balok. Menyisir dalam lingkaran kehancuran. Mungkin kayu-kayu ini adalah bagian dari hasil keindahan sang pembalak.

Kujauhkan pandangan dalam ruang publik penjarah. Aku menatap bangunan indah ini. Bangunan dengan ciri khas pedesaan. Bangunan pendidikan lingkungan, penuh anak muda, dan hampir tiap tahun para pelancong datang dan berkunjung disana.

Bersuara lantang tentang penyelamatan lingkungan. Berproses melakukan kelestarian lingkungan. Teriakan dari dalam bangunan kayu berbalok. Teriakan keseharian sebagai rutinitas kerja.

Kinerja para aktifis dalam bangunan tersebut menghasilkan gaji yang lumayan tinggi bila dibandingkan dengan para penjarah hutan. Penjarah hanya bisa beratap kayu dalam kehidupannya, sedangkan para aktifis beratap internet dalam kehidupannya. Penjarah berjuang untuk keluarganya, sedangkan aktifis berjuang untuk idealismenya. Penjarah hanya mengenal jenis kayu dan gergaji, aktifis hanya mengenal teriakan dan tulisan dalam kata-katanya di layar komputer.

.........#......

Kayu sebagai penyangga sang idealis untuk bekerja hanya akan menghasilkan ruang jatuh kala retak serangga mendatanginya. Sedikit demi sedikit akan menghujam dan roboh. "Sebuah bangunan memiliki usia tertentu" ujar sahabatku arsitek kala aku menjadi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi.

Usiaku yang tidak lagi muda hanya sanggup berefleksi dengan bangunan kayu yang berada tepat 23 derajat lintang utara. Kayu tersebut mulai mengering, Seolah mengisyaratkan bahwa mereka yang didalam menjadi keniscayaan palsu sang peneriak idealis. Bahkan ubin yang berasal dari pasir-pasir penggerus sungai telah retak penuh lubang. Tak ada sisa bagi aktifis yang selalu berujar penyelamatan lingkungan tanpa mau mengenal sisi sekelilingnya.

Balok kayu dari keringat kaum pejuang kehidupan.
Bangunan kayu penuh dengan suara perjuangan.
Namun hutan, pohon dan alam akan selalu mengingatkan kita bahwa alam bukan hanya perjuangan atau diperjuangkan.
Alam butuh sentuhan alamiah dalam mengenal-Nya.

13 September 2009

Bertanya tentang sebuah harapan

Sejak berada di lingkungan yang baru. Linkungan dalam bias rona kehidupan. Nampak berjuta harapan dalam diri manusia berseragam.

Lintasan yang menjemukan, tak ada lagi sebuah perjalanan, takkan ada petualangan. Semua bagai liang yang terendap di tanah. Semua yang ada hanya akan membunuh harapan.

Akan tetapi banyak orang berharap dalam ruang kecil ini. Teriak di telinga seakan bergemuruh untuk tetap disini. Terikat oleh janji dan komitmen. Terbelenggu dan sesak dalam harapan lingkaran kelahiran.

Aku harus tetap bersemangat. Aku harus tetap tersenyum. Aku harus mencari sisi ini. dan pelan aku menemukan arti dalam menjaga hati. Menemukan sebuah harapan dari kehidupan harapan mereka. Semoga setiap harapan dari seseorang bisa membuat orang itu tersenyum.

02 September 2009

Garis Tabu Waktu Senja

Mereka berkata jauh, padahal belajar tidak mengenal jarak dan waktu.
Mereka berkata cape', padahal cita dan tujuan mereka tinggi.
Mereka berkata jangan, padahal itu tidak berpengaruh pada kematian.
Mereka terkadang hanya tahu tertawa, senyum dan celoteh sana-sini.

Seiring waktu mereka tahu.
Tanpa perintah mereka mengalirkan alat tulis bertinta.
Tanpa peduli nilai dan angka-angka mereka mulai berkreatifitas.
Sebuah karya sangat berarti nantinya, jika kita MAU.

Melihat setiap gerak-gerik dalam dunia berseragam, belajar tanpa henti, menuai cita, menggalang persahabatan. Berdo'a bersama kala malam datang. Berusaha menaklukkan hidup.

Kesedihan adalah realitas, kemalasan harus dilawan, kesenjangan saatnya disingkirkan. Berjuang untuk mengerti akan arti hidup. Tanpa lelah, terus abdikan pada satu, yaitu kebenaran dalam diri alam yang semakin tergores tinta hitam ulah manusia.

Setiap yang hidup akan mati. Menanam ataukah ditanam.