Beranjak dari ruang benderang, lalui waktu tanpa batas, meski bersekat...
Merobohkan tanpa menjatuhkan...
Memuliakan tanpa memuji...

07 June 2009

Satwa Mati

Tidak semua manusia mau peduli dengan keberadaan lingkungan, apalagi satwa. Bahkan aktivis yang bergerak di bidang tersebut, juga enggan jika ditanya tentang kepeduliannya.

Sejauh mana sih arti kepedulian?. Banyak suara sumbang dalam memperjuangkannya, banyak kepalsuan dalam aktifitasnya, dan banyak ketidakmampuan akan sisi kelemahan bahkan kekuatannya.

Analisis tanpa didasari dengan skema yang jelas. Analisis yang berimbas pada rasa saja, tanpa penghitungan mitigasi. Penelitian seolah menjadi barang sampah, tak berguna jika anda bergelut dibidangnya. "Yang terpenting menyelamatkannya?, ujar salah satu kawan aktivis lingkungan.

Secara rasionalitas, tidak ada yang salah dengan makna penyelamatan. Secara kasat mata, penyelamatan merupakan bagian fitrah bagi manusia. Namun, fakta di lapangan, semua terasa menjadi roda penghancuran yang begitu cepat.

Semua disalahkan, semua dikatakan tidak becus, semua dimusuhi. kawan jadi lawan, lawan menjadi sahabat kompromi. Satwa mati... satu nyawa hilang... begitupun manusia akan punah juga.

18 May 2009

Binatang, hewan atau satwa Vs Manusia

Photobucket
Binatang, hewan atau satwa merupakan jenis kata yang sama, menggambarkan arti yang sama, namun memiliki makna yang berbeda. Secara garis besar ketiga kata tersebut berarti, organisme multiseluler, eukariotik yang berasal dari kerajaan/ Kingdom Animalia.

Manusia adalah bagian dari Kingdom tersebut. Manusia berasal dari kerajaan yang sama dalam struktur klasifikasi, yaitu Animalia. Namun jelas manusia tidak akan mau di katakan sebagai binatang, hewan atau satwa. Mengapa demikian?

Pertama, Manusia merasa mempunyai pikir yang bersarang di otak. Pola pikir yang menempatkan titik ruang manusia berada lebih tinggi daripada binatang, hewan maupun satwa.

Kedua, Manusia merasa memiliki mulut yang bisa berbicara, sedangkan binatang tidak meiliki suara komunikasi dengan manusia secara verbal. Suara yang dikeluarkan melalui mulut manusia tersebut, menempatkan manusia pada posisi yang berbeda. Keduanya memaang sama dalam mengeluarkan suara, namun suara yang di keluarkan antara binatang dan manusia jelas berbeda menurut manusia.

Ketiga, Manusia merasa sebagai pencipta. Pencipta dalam artian, bahwa manusia bisa membuat sebuah peradaban yang jauh lebih hebat dari peradaban yang dibuat oleh binatang. Manusia menciptakan peradaban dengan bangunan-bangunan yang menggeser nilai alamiah sang pencipta. Sebagai contohnya, hadirnya gedung-gedung yang menjulang, dengan mengikis hutan sebagai rumah bagi binatang.

Binatang, hewan maupun satwa merupakan gambaran yang jelas mengenai sifat dan watak dari manusia. Manusia seringkali bertingkah seperti binatang, sedangkan binatang dipaksa untuk bertingkah seperti manusia.

Binatang
Binatang berbeda dengan hewan atau satwa dalam kacamata manusia. Pribahasa kata-kata yang nampak selalu menghadirkan makna binatang lebih rendah jika dibandingkan dengan hewan atau satwa. Binatang jalang, contohnya.

Hewan
Hewan nilainya terkesan ilmiah. Kata-kata hewan banyak digunakan dalam bahasa pengetahuan, namun juga nilainya tidak lebih tinggi daripada satwa.

Satwa
Bahasa satwa biasanya digunakan oleh aktifis satwa. Aktifis pecinta lingkungan. Aktifis yang banyak menyuarakan tentang penyelamatan satwa. Mereka memandang bahasa satwa lebih halus daripada menggunakan bahasa hewan atau binatang.

16 May 2009

Takkan berhenti bernafas

Meski tiada aktifitas lagi, tanpa ada pena, tidak ada lagi ada tatap muka. Semua menjadi kebebasan yang abstrak, kebebasan yang terbangun untuk menuju sebuah cita dan harapan.

Sesering kita membuka lembaran demi lembaran, dengan melibas ruang diskusi yang sudah terbangun. Niscaya tanpa arti lagi. Pencapaian yang sempurna tidak berasal dari hari yang keras dan sibuk. Namun pencapaian akan terasa indah, tatkala ruang-ruang menjadi dinamis.

Mencari kebodohan sendiri, dengan meninggalkan masa yang pernah terjadi. Sedikit meluangkan waktu melalui refleksi masa lampau. Mencoba menuju dimensi baru, harapan baru, dan tantangan yang lebih membuat kita selalu berpikir.

Sesering apakah kita bernafas. Disitulah akan terjadi sebuah kepalsuan waktu, yang terangkum oleh detak tanpa makna. Bernafas memiliki simbol kehidupan. Bagi manusia, bernafas merupakan keseimbangan otak yang terlupakan. Setiap kali kita menghirup oksigen, tanpa mau mengerti apa yang kita hirup benar-benar oksigen. Sebenarnya manusia hanya menghirup kebodohannya. Kebodohan yang berasal dari sel-sel angkuh dan rasisme.

Terasa benar, merasa benar, namun tidak bisa dibenarkan, itulah manusia. Refleksi dan mulai memahami entitas dengan segala ketidakmampuan merupakan jawaban dari pernafasan. Mulailah menghirup, coba bernafas seindah mungkin diselingi dengan selalu belajar tanpa meninggalkan makna masa lalu.