Meski tiada aktifitas lagi, tanpa ada pena, tidak ada lagi ada tatap muka. Semua menjadi kebebasan yang abstrak, kebebasan yang terbangun untuk menuju sebuah cita dan harapan.
Sesering kita membuka lembaran demi lembaran, dengan melibas ruang diskusi yang sudah terbangun. Niscaya tanpa arti lagi. Pencapaian yang sempurna tidak berasal dari hari yang keras dan sibuk. Namun pencapaian akan terasa indah, tatkala ruang-ruang menjadi dinamis.
Mencari kebodohan sendiri, dengan meninggalkan masa yang pernah terjadi. Sedikit meluangkan waktu melalui refleksi masa lampau. Mencoba menuju dimensi baru, harapan baru, dan tantangan yang lebih membuat kita selalu berpikir.
Sesering apakah kita bernafas. Disitulah akan terjadi sebuah kepalsuan waktu, yang terangkum oleh detak tanpa makna. Bernafas memiliki simbol kehidupan. Bagi manusia, bernafas merupakan keseimbangan otak yang terlupakan. Setiap kali kita menghirup oksigen, tanpa mau mengerti apa yang kita hirup benar-benar oksigen. Sebenarnya manusia hanya menghirup kebodohannya. Kebodohan yang berasal dari sel-sel angkuh dan rasisme.
Terasa benar, merasa benar, namun tidak bisa dibenarkan, itulah manusia. Refleksi dan mulai memahami entitas dengan segala ketidakmampuan merupakan jawaban dari pernafasan. Mulailah menghirup, coba bernafas seindah mungkin diselingi dengan selalu belajar tanpa meninggalkan makna masa lalu.
No comments:
Post a Comment