09 June 2008
DAMPAK ISSU GLOBAL WARMING BAGI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN
Global warming atau pemanasan global kini merupakan issu sentral bagi dunia. Seiring dengan issu pemanasan global tersebut. Pemanasan global yang di akibatkan adanya perubahan iklim, dan perubahahan tersebut telah menghasilkan dampak bencana di mana-mana.
Jika di telisik lebih jauh, apa manfaat issu global warming bagi masyarakat sekitar hutan?. Masyarakat sekitar hutan yang notabene adalah masyarakat yang mendiami daerah sekitar hutan selama bertahun-tahun. Masyarakat yang penuh kesederhanaan, dalam menerapkan nilai-nilai dalam memperlakukan hutan. Masyarakat yang tidak tahu - menahu, tentang apa itu global warming atau pemanasan global.
Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mencederai skema dari proses kealamian sebuah hutan. Kemajuan IPTEK telah membius nusantara ke jurang kebinasahan, nusantara yang dahulunya penuh dengan kekayaan alam, seperti minyak, timah, emas, batubara, flora, fauna, dll. yang semuanya itu banyak kita dapati di dalam hutan. Kini hanya menjadi puing-puing bagian sejarah kelam kekayaan alam Indonesia.
Dinamika sebuah bangunan peradaban, dalam menghadapi realitas yang begitu kejam, terhadap perlakuan para penguasa kepada hutan dan masyarakat sekitar hutan, telah menjadikan bangsa ini miskin akan sumber daya alamnya, miskin karena yang menikmati kekayaan itu bukan masyarakat, akan tetapi yang menikmati kekayaan tersebut hanyalah kaum penguasa.
Issu global warming hanyalah skema dari sebuah penindasan baru di masyarakat, banyak faktor, kenapa issu global warming adalah bentuk penindasan. Salah satunya adalah, banyak kaum profesional beramai-ramai menciptakan sistem pertanian yang ramah lingkungan, seperti penggunaan pupuk organik, tanaman organik, buah organik, sampai pasar organik yang ramah lingkungan. Hegemoni pasar organik yang merasakan hanyalah kaum berduit, karena sistem pertanian yang di kelolah secara organik haganyanya sangat mahal.
Masyarakat sekitar hutan sampai sekarang mempertanyakan, apakah tujuan dari issu global warming yang sering di bicarakan para pemegang kebijakan, para akademisi, para intelktual? Karena masyarakat sekitar hutan tidak butuh bahasa keren seperti “global warming”, masyarakat sekitar hutan hanya butuh satu, yaitu: hutan, sumber kehidupan kami dan anak cucu kami.(fauzi)
02 June 2008
SEBUAH REFLEKSI DARI TEPI HUTAN
Tatkala keping-keping kaca di depan gedung DPR penuh sesak oleh keringat pendemo, terbesit dalam otak kiri, seperti manusia yang haus akan dinamika kebebasan. Tuntutan menjadi-jadi, kaum berdasi malah berpelesir ke negeri Jiran. Entah sampai kapan reruntuhan ini akan berlangsung.
Kicauan burung tak lagi mampu bersua lagi, kala tepi hutan yang kering-merontang. Hanya teriakan pendemo saja tiap hari, dengan ocehan para pejabat. Mereka lupa akan sisi lain dari hijau, hijau yang dahulu kala dijadikan simbol perjuangan bagi pernafasan paru-paru dunia.
Tepi hutan hanyalah tepi bagi para pemujanya. Karena tepi hutan, kini telah merajai hutan hijau. Pembalakan liar, pengeboran, tambang, penggunaan lahan baru yang berlebihan sampai dengan kelapa sawit, menjadi hiasan media masa. Para cukong tertawa terbahak bahak, kaum intelektual hanya berteriak, terus kemanakah darah juang mereka untuk rakyat.
Sampai tiba saatnya, Stunami menjadi hantu bagi nusantara. Jika semua elemen bangsa tidak pernah mencoba untuk berbagi ruang alam, sehingga hutan bisa menyelamatkan kita. (fauzi)
Kicauan burung tak lagi mampu bersua lagi, kala tepi hutan yang kering-merontang. Hanya teriakan pendemo saja tiap hari, dengan ocehan para pejabat. Mereka lupa akan sisi lain dari hijau, hijau yang dahulu kala dijadikan simbol perjuangan bagi pernafasan paru-paru dunia.
Tepi hutan hanyalah tepi bagi para pemujanya. Karena tepi hutan, kini telah merajai hutan hijau. Pembalakan liar, pengeboran, tambang, penggunaan lahan baru yang berlebihan sampai dengan kelapa sawit, menjadi hiasan media masa. Para cukong tertawa terbahak bahak, kaum intelektual hanya berteriak, terus kemanakah darah juang mereka untuk rakyat.
Sampai tiba saatnya, Stunami menjadi hantu bagi nusantara. Jika semua elemen bangsa tidak pernah mencoba untuk berbagi ruang alam, sehingga hutan bisa menyelamatkan kita. (fauzi)
Lingkungan dan Kemiskinan Sebagai Akibat Dari Global Warming
Bagaimana Terjadinya Pemanasan Global
Gelombang cahaya matahari memanaskan bumi. Cahaya matahari ini harus melalui lapisan atmosfer yang menyelubungi dan melindungi bumi. Cahaya ini kemudian diserap oleh benda-benda yang ada di bumi. Sisanya dipantulkan kembali ke ruang angkasa melalui radiasi.
Atmosfer yang menyelimuti bumi terdiri atas campuran berbagai gas. Beberapa jenis gas seperti Karbondioksida, Dinitroksida, dan Metana menahan panas matahari yang masuk dan mencegahnya kembali ke angkasa. Hal ini yang menyebabkan permukaan bumi tetap hangat sehingga bisa ditinggali makhluk hidup. Gas-gas tadi dinamakan Gas Rumah Kaca (GRK) karena efeknya mirip panel yang berfungsi menahan panas supaya rumah kaca tetap hangat.
Tetapi jika GRK terlalu banyak, panas matahari yang terperangkap di bumi terlalu banyak sehingga suhu bumi meningkat. Dari tahun ke tahun jumlah GRK semakin banyak karena polusi yang disebabkan manusia. Hal ini menyebabkan bumi semakin panas. Diantara semua gas tadi, Karbondioksida adalah GRK utama. Jumlahnya sekitar 80% dari keseluruhan GRK.
Ada banyak hal yang menimbulkan GRK. Karbondioksida muncul akibat penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara, gas, dan minyak. Penebangan hutan juga menyumbang tingginya karbondioksida di atmosfer. Saat pohon ditebang, ia melepaskan karbondioksida karena pohon berfungsi menyerap karbon. Pertanian juga ikut menyumbang GRK. Lahan pertanian yang dipupuk dengan pupuk bernitrogen akan menghasilkan Dinitroksida.
Perubahan Iklim Akibat Pemanasan Global
Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim. Meningkatnya suhu bumi iklim yang tidak menentu (perubahan suhu, curah hujan, musim) dan perubahan cuaca secara ekstrim. Seperti hujan turun sangat deras sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan di tempat lain terjadi kekeringan dan kemarau panjang. Perubahan iklim juga menyebabkan serangan gelombang panas, topan, badai, dan kekeringan. Bencana membawa kerusakan, kerugian, bahkar korban. Perubahan iklim kadang bisa menyebabkan tumbuhan atau makhluk hidup yang tidak mudah beradaptasi Termasuk didalamnya gagal panen akibat hujan yang turun terlalu banyak atau kekeringan panjang. Selain perubahan iklim juga mengakibatkan perubahan musim tanam – meningkatnya permukaan air laut akan meningkatkan biaya perolehan air bersih karena intrusi air laut.
Hal-hal yang Bisa Dilakukan untuk Mengurangi GRK
Salah satu cara untuk mengurangi karbondioksida adalah dengan menanam pohon. Setiap pohon hidup menyerap karbondioksida sehingga mengurangi jumlah polusi karbondioksida. Dengan menanam pohon pula, udara di sekitar pohon tadi semakin sejuk karena pohon mengeluarkan oksigen dalam proses fotosintesisnya.
Pertanian organik juga bisa mengurangi karbondioksida di bumi. Pestisida kimia yang dipakai untuk membunuh hama tanaman juga membunuh mikroorganisme di tanah. Beberapa mikroorganisme ini berfungsi mengikat karbondioksida dalam tanah. Jika ia mati, karbondioksida akan dilepaskan ke udara. Selain itu, tanah tidak lagi subur secara alami sehingga membutuhkan lebih banyak pupuk.
“Pada Akhirnya Yang Terpinggirpun Harus Bersiap-Siap Menghadapi Dampaknya”
Proses tak berkelanjutan dari pembangunan terus-menerus memaksa sumber daya alam, sementara pola produksi dan konsumsi yang tak dapat dilanjutkan, khususnya di negara maju, mengancam kerapuhan lingkungan alam dan memperparah kemiskinan di lain tempat. Dengan meletakkan fokus utama pada kemiskinan terkandung asumsi bahwa kemiskinan adalah masalahnya seperti menyepakati bahwa dengan peralihan kemiskinan menuju kekayaan, pembangunan berkelanjutan akan tercapai. Benarkah? Kita harus sangat berhati-hati dalam memandang kemiskinan sebagai penyebab dari pembangunan tidak-berkelanjutan, karena justru yang kayalah yang memiliki tingkatan produksi dan konsumsi tak berkelanjutan yang lebih tinggi. Mereka mampu membuat pilihan-pilihan, sementara kaum miskin - yang terperangkap dalam lingkaran perampasan dan kerapuhan, tidak mungkin melakukannya. Walaupun yang kaya mampu menggunakan pola pembangunan berkelanjutan, mereka seringkali enggan melakukannya, sementara kaum miskin hanya punya sedikit pilihan selain menggunakan apa yang ada di lingkungan sekitar mereka.
Orang miskin rentan terhadap perubahan iklim, karena secara langsung maupun tidak langsung mereka yang miskin (akibat ketidakberdayaan, keterkucilan, kemiskinan materi, dan kerentanan) bergantung pada ekosistem untuk pendapatannya (bertanam, mengumpulkan, beternak, mencari ikan). Ekosistem yang buruk akan menambah beban pengeluaran mereka (di perkotaan pada daerah kumuh rentan penyakit, dan terpapar pencemaran udara/air). Ninil R M & Lutfia
Gelombang cahaya matahari memanaskan bumi. Cahaya matahari ini harus melalui lapisan atmosfer yang menyelubungi dan melindungi bumi. Cahaya ini kemudian diserap oleh benda-benda yang ada di bumi. Sisanya dipantulkan kembali ke ruang angkasa melalui radiasi.
Atmosfer yang menyelimuti bumi terdiri atas campuran berbagai gas. Beberapa jenis gas seperti Karbondioksida, Dinitroksida, dan Metana menahan panas matahari yang masuk dan mencegahnya kembali ke angkasa. Hal ini yang menyebabkan permukaan bumi tetap hangat sehingga bisa ditinggali makhluk hidup. Gas-gas tadi dinamakan Gas Rumah Kaca (GRK) karena efeknya mirip panel yang berfungsi menahan panas supaya rumah kaca tetap hangat.
Tetapi jika GRK terlalu banyak, panas matahari yang terperangkap di bumi terlalu banyak sehingga suhu bumi meningkat. Dari tahun ke tahun jumlah GRK semakin banyak karena polusi yang disebabkan manusia. Hal ini menyebabkan bumi semakin panas. Diantara semua gas tadi, Karbondioksida adalah GRK utama. Jumlahnya sekitar 80% dari keseluruhan GRK.
Ada banyak hal yang menimbulkan GRK. Karbondioksida muncul akibat penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara, gas, dan minyak. Penebangan hutan juga menyumbang tingginya karbondioksida di atmosfer. Saat pohon ditebang, ia melepaskan karbondioksida karena pohon berfungsi menyerap karbon. Pertanian juga ikut menyumbang GRK. Lahan pertanian yang dipupuk dengan pupuk bernitrogen akan menghasilkan Dinitroksida.
Perubahan Iklim Akibat Pemanasan Global
Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim. Meningkatnya suhu bumi iklim yang tidak menentu (perubahan suhu, curah hujan, musim) dan perubahan cuaca secara ekstrim. Seperti hujan turun sangat deras sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan di tempat lain terjadi kekeringan dan kemarau panjang. Perubahan iklim juga menyebabkan serangan gelombang panas, topan, badai, dan kekeringan. Bencana membawa kerusakan, kerugian, bahkar korban. Perubahan iklim kadang bisa menyebabkan tumbuhan atau makhluk hidup yang tidak mudah beradaptasi Termasuk didalamnya gagal panen akibat hujan yang turun terlalu banyak atau kekeringan panjang. Selain perubahan iklim juga mengakibatkan perubahan musim tanam – meningkatnya permukaan air laut akan meningkatkan biaya perolehan air bersih karena intrusi air laut.
Hal-hal yang Bisa Dilakukan untuk Mengurangi GRK
Salah satu cara untuk mengurangi karbondioksida adalah dengan menanam pohon. Setiap pohon hidup menyerap karbondioksida sehingga mengurangi jumlah polusi karbondioksida. Dengan menanam pohon pula, udara di sekitar pohon tadi semakin sejuk karena pohon mengeluarkan oksigen dalam proses fotosintesisnya.
Pertanian organik juga bisa mengurangi karbondioksida di bumi. Pestisida kimia yang dipakai untuk membunuh hama tanaman juga membunuh mikroorganisme di tanah. Beberapa mikroorganisme ini berfungsi mengikat karbondioksida dalam tanah. Jika ia mati, karbondioksida akan dilepaskan ke udara. Selain itu, tanah tidak lagi subur secara alami sehingga membutuhkan lebih banyak pupuk.
“Pada Akhirnya Yang Terpinggirpun Harus Bersiap-Siap Menghadapi Dampaknya”
Proses tak berkelanjutan dari pembangunan terus-menerus memaksa sumber daya alam, sementara pola produksi dan konsumsi yang tak dapat dilanjutkan, khususnya di negara maju, mengancam kerapuhan lingkungan alam dan memperparah kemiskinan di lain tempat. Dengan meletakkan fokus utama pada kemiskinan terkandung asumsi bahwa kemiskinan adalah masalahnya seperti menyepakati bahwa dengan peralihan kemiskinan menuju kekayaan, pembangunan berkelanjutan akan tercapai. Benarkah? Kita harus sangat berhati-hati dalam memandang kemiskinan sebagai penyebab dari pembangunan tidak-berkelanjutan, karena justru yang kayalah yang memiliki tingkatan produksi dan konsumsi tak berkelanjutan yang lebih tinggi. Mereka mampu membuat pilihan-pilihan, sementara kaum miskin - yang terperangkap dalam lingkaran perampasan dan kerapuhan, tidak mungkin melakukannya. Walaupun yang kaya mampu menggunakan pola pembangunan berkelanjutan, mereka seringkali enggan melakukannya, sementara kaum miskin hanya punya sedikit pilihan selain menggunakan apa yang ada di lingkungan sekitar mereka.
Orang miskin rentan terhadap perubahan iklim, karena secara langsung maupun tidak langsung mereka yang miskin (akibat ketidakberdayaan, keterkucilan, kemiskinan materi, dan kerentanan) bergantung pada ekosistem untuk pendapatannya (bertanam, mengumpulkan, beternak, mencari ikan). Ekosistem yang buruk akan menambah beban pengeluaran mereka (di perkotaan pada daerah kumuh rentan penyakit, dan terpapar pencemaran udara/air). Ninil R M & Lutfia
01 June 2008
MONYET EKOR PANJANG BUKAN HAMA
Di berbagai lokasi, seperti daerah perkebunan dan pertanian, yang notabene berdekatan dengan daerah hutan, satwa ini bisa menimbulkan kerugian yang berarti (Nijman, 2005), dan seringkali di katakan bahwa monyet ekor panjang adalah Hama.
Apa sih hama? Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan, terutama karena menyebabkan kerusakan pada pertanian karena memakan tumbuhan dan menjadi parasit pada ternak, misalnya lalat buah pada jeruk atau wereng coklat pada padi. Suatu hewan juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami atau menyebarkan kuman ke dalam habitat manusia. Contohnya antara lain organisme yang menjadi vektor penyakit bagi manusia, seperti tikus dan lalat yang membawa berbagai wabah, atau nyamuk yang menjadi vektor malaria (http://id.wikipedia.org/wiki/Hama).
Sudah jelas di sebutkan di atas, bahwa suatu hewan dapat di sebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami, sedangkan monyet ekor panjang tidak pernah merusak ekosistem alami. Dalam fungsinya, monyet ekor panjang sangat berperan besar bagi pertumbuhan ekosistem alami, karena monyet ekor panjang banyak memakan buah-buahan dan biji, sehingga mereka berperan penting dalam penyebaran biji-bijian di hutan.
Dengan status monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan (Apendiks II CITES), dan belum di lindunginya dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia, di tambah lagi dengan di berantas, karena katakan hama. hal ini, akan menambah deretan panjang angka kepunahan satwa di Indonesia jika terus berlanjut.
Monyet ekor panjang harus menerima nasib tragis dengan cara di berantas atau di musnakan jika di katakan hama, Padahal prinsip dari penanganan hama adalah di kendalikan bukan di musnahkan, di kendalikan baik itu secara teknologi maupun biologi.
Sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup monyet ekor panjang, jika kita masih menyebutnya dengan hama, dan sebenarnya yang di katakan hama itu monyet ekor panjang sebagai penyebar biji-bijian alami ke hutan, atau para perusak hutan. (fauzi)
Subscribe to:
Posts (Atom)