Dua tahun aku hidup besama Kirai Payung. Pohon yang begitu berharga, kokoh dan energi keikhlasannya begitu luar biasa.
Akarnya mencengkeram tanah, daunnya menopang karbon disekitarnya. Dahan coklatnya simbol persahabatan. Buahnya buatku berpikir.
Memahami sekitar dengan belajar dengan yang tak berarti. Mengikis masa lalu perjuangan dengan aktifitas yang membuat bunuh diri secara perlahan.
Mental petarung aku buat jadi baja. Sekokoh tatkala masa mereka sudah berubah. Namun aku sangat lemah, rentan dan sudah mulai putus asa.
Hanya semangat mereka yang membuatku bertahan. Dan semangat itu yang akan buatku hidup.
16 October 2010
15 October 2010
Hutan dan Paru-Paru
Hutan tempatnya vegetasi penyusun sumber energi bumi. Energi tak tampak yang dapat berpotensi merubah peradaban manusia tatkala vegetasi sudah tidak memiliki tempat.
Paru-paru tempatnya oksigen penyusun sumber energi manusia. Energi tak tampak yang dapat berpotensi merubah fisiologi tubuh manusia tatkala oksigen sudah tidak memiliki tempat.
Hutan menjadi Asap, begitupun dengan paru-paru tempatnya asap. Bukan nikotin saja asap yang merusak paru-paru, namun polusi akibat ketidakstabilan dan minimnya oksigen sebagai pemicu penghancur paru-paru.
Bumi sudah tua. Rentan dan menunngu waktu datang. Bukan reboisasi saja yang dibutuhkan, namun kesadaran hidup bersama lingkungan alam semesta adalah jawaban dari kekuatan pertahanan bumi.
Paru-paru tempatnya oksigen penyusun sumber energi manusia. Energi tak tampak yang dapat berpotensi merubah fisiologi tubuh manusia tatkala oksigen sudah tidak memiliki tempat.
Hutan menjadi Asap, begitupun dengan paru-paru tempatnya asap. Bukan nikotin saja asap yang merusak paru-paru, namun polusi akibat ketidakstabilan dan minimnya oksigen sebagai pemicu penghancur paru-paru.
Bumi sudah tua. Rentan dan menunngu waktu datang. Bukan reboisasi saja yang dibutuhkan, namun kesadaran hidup bersama lingkungan alam semesta adalah jawaban dari kekuatan pertahanan bumi.
10 October 2010
Bersandar Pada Pohon
Sandaran bumi sudah tak sekokoh masa lalu. Hijau berubah menjadi beton. Irama dinamisasi terkikis aroma manusiawi dalam mempertahankan kehidupan yang hedonis.
Berkeinginan melampaui kuasa langit, namun tak seimbang dengan kuasa bumi. Berpijak dan sekali-kali melawan arus dalam terjang yang kerap kali ada.
Belaian awan hanya menjadi petir dan arus langit yang berbadai.
Pohon, bersandarlah pada pohon. Pohon kehidupan. Akar yang kuat yang akan mampu menopang kehidupan. Bukan lagi hijau dalam daun fatamorgana.
Berkeinginan melampaui kuasa langit, namun tak seimbang dengan kuasa bumi. Berpijak dan sekali-kali melawan arus dalam terjang yang kerap kali ada.
Belaian awan hanya menjadi petir dan arus langit yang berbadai.
Pohon, bersandarlah pada pohon. Pohon kehidupan. Akar yang kuat yang akan mampu menopang kehidupan. Bukan lagi hijau dalam daun fatamorgana.
27 September 2010
CUACA EKSTRIM ADALAH KAMBING HITAM
Gagalnya panen para petani menjadi buah bibir yang tiada hentinya. Banjir, cuaca, dan alam menjadi kambing hitam bagi kegagalan produksi. Petani merana, pejabat tertawa, akademisi linglung, itulah yang terjadi saat ini.
Kesejahteraan dan keadilan terasa jauh dan hanya berada di awan-awan. Sejarah menjadi penghafal saja, masa lampau berlalu tanpa arti. Tonggak kesuburan hancur lebur akibat kerakusan manusia.
Jangan salahkan cuaca, cuaca tidak salah. Jangan kebiri masyarakat dengan kabar palsu. Atau celoteh yang hanya menghasilkan uang saja.
Keseimbangan ekosistem, keragaman, dan gotong-royong terkikis oleh keserakahan kaum penjilat, pejabat, bangsawan yang sampai saat ini hanya menggemborkan tahta. Kita sudah bosan dengan slogan palsu, sampai-sampai kaum independen kau seret dalam liang kuburmu.
Belajar dari cuaca, dan kembali pada penghitungan kalender insting petani.
Kesejahteraan dan keadilan terasa jauh dan hanya berada di awan-awan. Sejarah menjadi penghafal saja, masa lampau berlalu tanpa arti. Tonggak kesuburan hancur lebur akibat kerakusan manusia.
Jangan salahkan cuaca, cuaca tidak salah. Jangan kebiri masyarakat dengan kabar palsu. Atau celoteh yang hanya menghasilkan uang saja.
Keseimbangan ekosistem, keragaman, dan gotong-royong terkikis oleh keserakahan kaum penjilat, pejabat, bangsawan yang sampai saat ini hanya menggemborkan tahta. Kita sudah bosan dengan slogan palsu, sampai-sampai kaum independen kau seret dalam liang kuburmu.
Belajar dari cuaca, dan kembali pada penghitungan kalender insting petani.
Subscribe to:
Posts (Atom)